Sabtu, 21 Februari 2015

leak dan tingaktannya......................

Secara umum Purnama dan Tilem diyakini sebagai hari suci,dimana banyak aktivitas rerahinan/yadnya dilakukan pada hari ini termasuk upaya penyucian diri/ mahening hening,amupug raga wighna ring sarira, metirta gocara dan berbagai bentuk pemujaan kehadapan Hyang Widhi. Purnama dikaitkan dengan Peyogaan Sanghyang Wulan/Candra,sedangkan Tilem dihubungkan dengan hari peyogaan Sanghyang Surya. Surya-Candra atau Purnama Tilem,keduanya ini sering pula disebut hari pesucian Sanghyang Rwa-bhineda. Salah satu ritual unik yang secara tradisional dipercaya dilakukan oleh pengikut wama marga atau penganut paham black magic (penekun aji ugig) pada saat bulan purnama adalah melakukan latihan mengasah daya cipta yang sangat diperlukan untuk mempertajam kemampuan aji pengacep yang dimilikinya. Hal ini dilakukan dengan menatap bentuk Sanghyang Candra (bulan) itu saat tengah malam,kemudian memvisualnya dalam selaning lelata.tentu saja ritual khusus ini dilakukan secara sembunyi sembunyi agar tidak mengundang perhatian. Kepercayaan yang berkembang di masyarakat juga menyebutkan bahwa pada saat melakukan ritual menatap Sanghyang Candra itu,penganut leyak pada tingkat tertentu terlebih dahulu malin rupa menjadi “bojog” atau semacamnya.Mungkin atas dasar kepercayaan tersebut ada mitos yang berkembang ditengah masyarakat, “ade bojog mebalih bulan”.
Sebenarnya latihan memfokuskan daya cipta seperti menatap obyek tunggal (bulan,api dupa,titik,dsb-nya) itu merupakan salah satu tahap dalam ajaran astangga yoga yang disebut dharanam.Salah satu cara melakukan dharanam ini adalah dengan jalan menatap obyek tunggal tanpa berkedip untuk mengikat pikiran agar tercapai pemusatan konsentrasi. Latihan ini disebut trataka.Ungkapan “bojog mebalih bulan” itu juga bisa dimaknai sebagai “leyak meyoga’ nunggalang idep amuja Sanghyang Candra yang sangat bermanfaat bagi peningkatan daya cipta bathin. Karena, apakah itu Ilmu Hitam,apalagi Ilmu Putih sangat bertumpu pada kekuatan daya cipta bathin pelakunya.
Sebagai ilustrasi dari pentingnya upaya menguatkan dayacipta bathin ini,karena hakekat ilmu pangleyakan yang sesungguhnya bersifat malin rupa itu,tidak terlepas dari pemusatan cipta atau visualisasi.Berikut ini contohnya,sebagaimana disebutkan dalam wewarah Brahma Lebur Sangsa :
https://marutisutabali.files.wordpress.com/2010/01/14.jpg?w=119&h=115Iki tingkahe mangda dadi binarupa,katon dening wong sabumi; iki pradatanya,away hima hima ringpayogan.Sane metu ring sarira gnahnya mider bwana,lwirnya :
Papusuwan ngaran purwa,ika dadi lembu
Peparu dadi singa,kelod kangin
Atine dadi barong,kelod unggwanya
Usus agung dadi warak,kelod kawuh unggwanya
Ungsilane dadi nagha pasa,kawuh unggwanya
Amprune dadi raksasa,kaja unggwanya
Jajaringane dadi garuda kaja kangin unggwanya
Tumpukan papuswane dadi kala mretyu,ring madya unggwanya.
Telas kapidartta uttamaning manusa saktine mungguh ring sarira kabeh,sarwwaning tan pasastra,sakewala idep ngalepasing sastra uttama.

BAGAIMANA PADA SAAT HARI TILEM

Sedangkan pada saat tilem, teristimewa yang terkait dengan mitos pengleyakan adalah tilem kesanga.Tilem kesanga ini dipercaya sebagai hari pesucian Bhatara Baruna dan kekuatan kekuatan Beliau lainnya yang bersthana di Pusat Samudra.Jika Bhatara Baruna berhasil dipuaskan dengan yadnya pada saat itu, Beliau akan membawakan sarining amerta kamandalu kepada pemujaNya.Amerta Kamandalu adalah intisari air hidup yang kekal.Mencapai Hidup yang kekal (sukha tanpawali duhka) adalah dambaan setiap insan Hindu sesuai dengan ajaran sastra agama.Mungkin atas dasar ini pula, ada kepercayaan dalam masyarakat bahwa Penganut Leyakpun medewesraya pada saat tilem dengan tujuan yang sama yakni untuk mendapatkan waranugraha keabadian hidup.
Tapi ada juga pendapat lain yang berkembang,yang mengatakan pada saat tilem kesanga tersebut dilakukan upacara semacam “ujian skripsi” dan “wisudha” dalam jagat perleyakan.Konon,pada saat itulah sang guru leyak dalam struktur hirarki yang tertinggi,diikuti para elit perleyakan dalam silsilah aguron guron mereka, menggelar rapat pleno tertutup.Dalam sidang pleno itulah khabarnya murid murid leyak, nyihnayang bhakti ring ida “ nabe leyak” dengan menampilkan sesolahan (semacam atraksi keahlian,malin rupa) pada tingkatannya masing masing dan khusus kepada mereka yang menjalankan aji pedestyan, akan menunjukkan bukti bukti kesuksesannya (berupa jumlah korban manusia yang berhasil termangsa melalui aji pedestyan yang dimilikinya) selama beroperasi mengamalkan ilmunya. Tentu saja ada penilaian disitu,ada yang lulus ada pula yang tidak.Yang lulus akan diwisuda dan mendapat kenaikan pangkat,sedangkan yang gagal harus siap menerima sanksi. Kalau saja seremonial tahunan yang dirayakan leyak ini benar, tampaknya masuk akal juga,karena,bukankah keesokan harinya umat akan merayakan Tahun Baru Saka?Jadi pada Tilem Kesanga itu,mereka melakukan tawur agung tutup tahun???
APAKAH KAUM LEYAK JUGA MELAKUKAN RITUAL KHUSUS PADA HARI HARI TERTENTU?
Manusia memiliki sumber kekuatan ghaib yang tersembunyi didalam dirinya.Kekuatan ghaib itu sering disebut tenaga dalam,daya supranatural,daya metafisika atau kekuatan bathin. Meskipun demikian,tidak semua orang dapat memanipulasinya untuk berbagaitujuan.Perlu disiplin atau lelaku tertentu yang cukup keras,sebelum kekuatan ghaib itu dapat dikuasainya.Apakah untuk tujuan positip ataupun sebaliknya. Demikian pula untuk dapat menguasai ilmu sihir/penestyan. Untuk memiliki kemampuan penestyan misalnya,tentu memerlukan proses pematangan bathin dengan menjalani ritual tertentu, melengkapi beberapa persayaratan terkait dengan ritual tersebut (banten,dll) .Disamping itu,ada hari hari istimewa yang diyakini dapat memberikan keberhasilan dalam melakukan ritual khusus untuk tujuan tujuan tertentu.Beberapa contohnya adalah : misal untuk masang aji pengedeg desti atau melas ang anak mekurenan biasanya dipilih hari Sukra Paing atau Sukra umanis,dimana pekerjaan masang srana yang diperlukan untuk tujuan itu,biasanya dilakukan pada saat wraspati wage.Sedangkan pada saat seseorang mulai belajar ilmu biasanya memilih hari Redite dan Sukra pon atau redite kliwon untuk ngrangsuk lan ngregepang guna supaya siddha mandi.
https://marutisutabali.files.wordpress.com/2010/01/copy-of-kala-sungsang.jpg?w=191&h=155
BAGAIMANA MEMAHAMI KEBERADAAN MAGIC DITENGAH MASYARAKAT KITA?

Dalam komunitas social yang bercorak relegio magis,kehidupan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari keyakinan akan adanya kekuatan ghaib.Kepercayaan terhadap kekuatan ghaib baik yang bersumber dari alam maupun yang merupakan produk bathin manusia telah berlangsung selama berabad abad.Kepercayaan yang berhubungan dengan kekuatan alam, kesaktian roh leluhur,magic serta kuasa supranatural lainnya telah tumbuh subur sejalan dengan paham dinamisme dan animisme.
Masyarakat Bali yang memiliki corak budaya relegio magis yang sangat kental,juga tidak luput dari kepercayaan akan kekuatan ghaib yang disebut magic.Jika didaerah lain kita mengenal istilah istilah seperti Santet,Sihir,Selak,Suanggi dan sebagainya,masyarakat Bali tentu tidak asing dengan istilah leak,guna guna,desti teluh dan teranjana.Istilah istilah ini memang berkonotasi negatif dan secara tradisional popular disebut PENGIWA.Sedangkan kekuatan magic yang bersifat kebalikannya sering disebut sebagai PENENGEN.
Pada dasarnya,kekuatan MAGIC tidaklah bersifat PUTIH ATAU HITAM.Motivasi manusia yang berbeda dalam mengolah dan menggunakan MAGIC dalam kehidupan itulah yang membuat MAGIC bersifat hitam atau putih,beraliran KIWA atau PENENGEN.Keberadaan paham magic,Kiwa dan Tengen ini telah melengkapi hubungan bipolar dalam kehidupan masyarakat sejalan dengan garis kebijaksanaan hindu purba (sanatana dharma) yang disebut RWA BHINEDA.
APAKAH MAGIC ITU?BAGAIMANA MAGIC BISA BERKEMBANG MENJADI PENGIWA DAN PENENGEN?
Magic adalah kekuatan ghaib yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil dari praktek olah bathin dengan metode dan atau lelaku tertentu. Magic adalah kekuatan dan prinsip kekuatan ini bersifat netral.Adanya perbedaan motivasi dan tujuan dalam menjalankan magic,menyebabkan magic kemudian mempunyai warna; hitam atau putih,mempunyai kualitas ; baik atau buruk,dan mempunyai aliran; kiwa atau tengen. Ada penggunaan magic yang dilandasi motivasi positip dengan tujuan memupuk kebaikan ; ini disebut white magic,ilmu putih atau penengen.Adapula penggunaan magic yang dilandasi motivasi negatif dengan tujuan menghancurkan ;ini disebut black magic,ilmu hitam atau secara umum disebut ilmu Pengiwa
Perbedaan diantara kedua ilmu ini, dilukiskan oleh naskah kuno dalam sebuah ilustrasi rerajahan dengan 2 figur sentral Bhatara Guru dan Bhatara Kala.Bhatara Guru memegang Pustaka Petak sedangkan Bhatara Kala memegang Pustaka Cemeng. Kedua pustaka ini kemudian menjadi referensi bagi pengembangan berbagai praktek magic.
Istilah penestyan,yang asal katanya Desti atau sihir,termasuk kedalam kelompok ilmu hitam.Penerapan ilmu penestyan dikelompokkan menjadi : Pertama,penestyan yang dilakukan secara jarak jauh dengan sarana utama berupa acep acepan,disebut Tuju Teluh.Keduapenestyan yang dilakukan dengan sarana utama berupa piranti magis tertentu kemudian ditanam atau ditaburkan pada tempat tempat tertentu,disebut pepasangan.Dan yang ketiga adalah penestyan yang dilakukan bersama sama dengan ilmu pengleakan,yakni melalui proses malin rupa (perubahan wujud),disebut nerangjana.
Desti,Teluh dan Tranjana,atau singkatnya BLACK MAGIC adalah kekuatan penghancuran yang sangat dahsyat.Melalui praktek BLACK MAGIC seseorang yang jiwanya telah diracuni sifat sifat setan (asuri sampat),dengan leluasa bisa melampiaskan murkanya dengan berbagai cara.Para penganut black magic menginginkan kehancuran bagi siapapun yang dianggapnya musuh.Calon korban ini ditetapkan sebagai tumbal amarahnya yang tidak terbendung.Para calon korban dibidik dengan kekuatan ghaib agar bathinnya selalu resah,pikirannya kacau, sehingga kehidupan rumah tangga sang korban jauh dari harmoni.Kekuatan hidupnya-pun ikut “dihisap” hingga sang korban jatuh sakit,bergelimang penderitaan dan akhirnya mati.Memang,black magic adalah perwujudan setan yang harus dihindari oleh siapapun yang menginginkan hidupnya tenang,tenteram dan sejahtera
ADAKAH CARA UNTUK MENANGKAL PENGARUH JAHAT BLACK MAGIC? IKHTIAR APA YANG HARUS DILAKUKAN UNTUK MENGHINDARI KEKUATAN BLACK MAGIC ITU?
Pertama dengan jalan menggembleng kekuatan bathin pribadi,apakah melalui latihan OlahTenaga dalam atau dengan menjalani lelaku ilmu supranatural lainnya. Kedua,dengan melakukan sadhana rohani meningkatkan sradha dan bhakti kehadapan Hyang Widhi melalui latihan meditasi,japayogasadhana,dsbnya atau melalui pendalaman, penghayatan dan pengamalan ajaran kerohanian menurut petunjuk sastra agama.
Perbuatan DESTI dan AJI WEGIG lainnya,biasanya dilakukan secara terselubung dan sangat rahasya,sehingga sulit diketahui siapa pelakunya.Meskipun demikian,beberapa tanda tanda ghaib atau gejala yang tidak wajar bisa dipakai petunjuk bahwa pengaruh ilmu sihir/ desti telah bekerja dalam diri sang korban.Berbagai jenis ilmu DESTI tentu dimaksudkan untuk membawa efek negatif yang berbeda.Umumnya pengaruh jahat ilmu desti dikaitkan dengan akibat berupa penyakit yang praktis tidak terdeteksi oleh alat uji klinis atau teknologi medis.

BAGI KORBAN DESTI,BAGAIMANA CARA PEMULIHANNYA?

Bisa dengan jalan minta bantuan dari para ahli supranatural,balyan/dukun yang layak dipercaya atau melakukan pemulihan dengan jalan nunas penglukatan atau penglebur sapakryaning ala langsung dari tempat tempat sacral yang diyakini mempunyai daya magis suci untuk membebaskan seseorang dari efek black magic tersebut.
Di lingkungan para peminat supranatural,istilah istilah seperti pepasangan,acep acepan,penangkeb,tetaneman,upin-upinan,guna,tuju teluh dan tranjana,tentu bukan barang baru.Terlebih bagi para pengikut ilmu PENENGEN,berbagai jenis imu PENGIWA,konon,harus dikenali terlebih dahulu sebagai prasyarat untuk mematangkan ilmu PENENGEN-nya.Ilmu PENGIWA memiliki berbagai ragam cara,sarana dan kelebihan tersendiri tergantung kepada tingkatan ilmu yang dicapai oleh pengikutnya. Dalam kelompok ILMU WEGIG terungkap berbagai nama ilmu sihir yang kedengarannya sangat menyeramkan dan sangat aneh bagi telinga orang awam.Meskidemikian dibalik nama ilmu sihir itu,terasa ada kekuatan magis penghancuran yang cukup untuk menggetarkan hati dan menciutkan nyali orang yang mendengarnya.
https://marutisutabali.files.wordpress.com/2010/01/durga-bhairawa-copy.jpg?w=106&h=128APA SAJA JENIS JENIS ILMU BLACK MAGIC/DESTI ITU? DAN BAGAIMANA PROSES PEMBUATANNYA?
Ada banyak jenis penestyan dan proses penerapannya juga sangat beragam. Jumlah total jenis jenis ilmu hitam itu sama précis dengan jumlah pikiran buruk manusia. Sebagai contoh,ada yang disebut dengan :
1) DESTI GNI PRAKASA
Jenis penestyan ini menggunakan sarana tetaneman berisi rerajahan dan biasanya dipasang pada halaman atau pekarangan rumah.
2) AJI BLEGODOH
Aji blegodoh merupakan jenis penestyan yang dilakukan dengan sarana rerajahan yang ditulis dengan darah ayam dan dihantarkan secara jarak jauh melalui kekuatan acep acepan.
3) Desti BLANG GUYANG
Biasanya berupa sarana magis apakah terbuat dari bulu/rambut,tanah dan sebagainya,yang dipasang dengan jalan menaburkan pada pekarangan/tempat tertentu.
4) DESTI BUTA GNI LUDRA
Penestyan ini berbetuk tetaneman dan menggunakan porosan sulasih sebagai sarana utamanya.
Disamping itu masih banyak terdapat jenis panestyan yang lain seperti desti Bayu Bajra Sakti,Buta Baksa Bangka,Ula Raja,Mrtyu Jiwa,Buta Sungsang,Buta Mangan Wong,I Sundang Baya,Penestyan Sekar Mas,Buta Karang Suung,Desti Bajra Gni,Bhuta Kalika dan sebagainya.
BAGAIMANA CARA DAN PROSES PEMBANGKITAN KEMAMPUAN DIBIDANG PENESTYAN ITU DIPEROLEH?
Proses transfer ilmu penestyan,sudah tentu dilakukan dalam ritual yang sangat rahasya.Pertama tama,penganut ilmu ini pada malam hari yang telah ditetapkan akan melakukan pemujaan khusus atau medewasraya ring kahyangan ulun setra,aminta sih nugrahan Bhatari Durga,kaping kalih ring pemurtian Ida sane meparab Nini Bhatari Bhagawati, nunas taksun desti; saha ngangge srana bebantenan medaging daksina,jinah,canang 11 tanding,ketipat,asep menyan,arak berem, canang tubungan,burat wangi,pisang mas,gagringsingan,miwah geti geti.
Dalam ritual ini berbagai jenis rajah dan piranti magis lainnya yang diperlukan sangat bervariasi tergantung tujuan dan tingkatanilmunya.Ada piranti magis penestyan yang dimasukkan kedalam tubuh (maled) namun ada juga penggunaan alat bantu diluar tubuh (sesabukan).
Salah satu media sihir yang sering digunakan oleh pelaku DESTI adalah melalui pepasangan atau tetaneman.Meski termasuk sangat tradisional,cara melepas pengaruh sihir melalui tetaneman adalah cara yang sangat populer. Pengaruh jahat tetaneman umumnya diyakini sangat kuat dan bersifat jangka panjang.Efek negatif yang ditimbulkannya,konon,cukup untuk memporak porandakan harmoni bahtera rumah tangga seseorang atau “menghancurkan hidup”pemilik pekarangan ditempat mana tetaneman itu dipasang.Singkatnya,tujuan utama penestyan adalah penyirnaan atau penghancuran.
Meskipun demikian,setidaknya terdapat 2 hal yang harus dipegang agar seseorang tidak terlalu mencemaskan akibat negatif dari perbuatan desti tersebut.Pertama sebaiknya seseorang berusaha selalu membina pikiran positip dan membangun optimisme hidup. Janganlah terlalu cepat berprasangka atau menghubungkan setiap persoalan yangmungkin sedang dihadapi itu sebagai akibat dari adanya pepasangan atau gangguan black magic.Terlebih dahulu perlu dicermati dengan baik persoalan yang dihadapi itu dengan menggunakan pertimbangan akal sehat.Dan hanya jika,ditempat itu muncul fenomena yang sangat tidak wajar,sebuah gejala yang berada jauh diluar kemampuan daya nalar,barulah ikhtiar supranatural digunakan sebagai alternatif pemecahan masalah.
Yang kedua, bahwa black magic tidak akan berkuasa menghadapi orang yang hatinya,dihiasi bunga bunga bhakti yang tulus kehadapan Hyang Widhi,atau kepada orang yang menyerahkan perlindungan sepenuhnya kepada Sang Sangkan Paraning Dumadi.Terkait dengan ini,kitab Vedanta (Isa Upanisad) mewahyukan sebuah kebenaran :Isawasyam idam sarwam,sesungguhnya hanya Hyang Widhilah satu satunya penguasa (yang mengendalikan) segala sesuatu didunia ini.Oleh sebab itu,mendekatkan diri kehadapan Hyang Widhi adalah jalan terbaik dan juga,jaminan keselamatan.Om Tat Sat.
Tulisan utuh ada pada buku penulis,berjudul : LEYAK MEYOGA DIKALA PURNAMA (Bunga Rampai Spiritual),penerbit Paramita Surabaya,2009.
https://marutisutabali.files.wordpress.com/2010/01/141.jpg?w=69&h=67
Leyak Juga Manusia
FILOSHOPI LEYAK BALI
1. API TAPA DAN PEMUJAAN DURGA BHAIRAVI
Bentuk paling dahsyat dari energi illahi dalam diri manusia adalah api tapas. Tapa pada hakekatnya adalah aspirasi spiritual yang dipertinggi intensitas dan kualitasnya sehingga pelakunya tidak tertarik lagi pada hal lainnya. Ketika seseorang tertarik pada jalan spiritual dan menginginkan pencapaian realisasi diri, begitu interest ini memuncak,orang tersebut akan kehilangan pesona kenikmatan duniawi. Api tapas telah membakar hasrat semacam itu; apakah keinginan akan kemasyuran atau nama baik,harga diri,kekayaan dan sebagainya. Kepentingan utamanya adalah self realization dan itulah hakekat tapa. Jadi,tapa adalah “panas” dari penyelidikan spiritual yang menyebabkan kita membuang semua hal yang bersifat non esensial dalam hidup ini.
Hakekat Bhairavi (Dewi Durgha Bhairavi) sebagai kekuatan tapas umumnya dipuja oleh mereka yang sedang menempuh hidup selibat atau pembujangan (brahmacharya asrama). Bhairavi membantu mereka dalam mengendalikan kecenderungan indriya indriya yang liar,nafsu birahi (sexual energy),emosi negatif dan penyimpangan pikiran yang dapat menggoyahkan sadhana mereka.Bahkan mereka yang menyimpan (mengendalikan) nafsu sexual dan emosi negatifnya sedemikian rupa,apabila “diledakkan” dengan cara tertentu dapat menimbulkan api tapas juga, meski dalam alur yang menyimpang. Bertolak dari prinsip inilah penderitaan Calon Arang (Rangda Dirah) yang merasa tertindas (ditinggal suami dan anaknya Ratna Mengali tidak laku dalam bursa jodoh) melakukan praktek “tapa kebencian” dan menyalurkannya secara ghaib menjadi apa yang disebut LEYAK.
Tapa identik dengan api,kekuatan; apakah kekuatan itu untuk membakar ego dan menghancurkan penyimpangan pikiran lainnya atau untuk membakar subyek yang amat dibenci. Inilah sebabnya Ilmu Leak versi Calon Arang dasar perwujudannya tampak sebagai api (ngendih). Dan tentu saja, api leyak semacam itu sama sekali tidak berpengaruh terhadap mereka yang juga memiliki api sejenis dari tipe dan kualitas yang lebih baik yakni api spiritual. Sebab itu, Mpu Bharadah,Mpu Bahula atau Raja Airlangga (Mpu Jatayu) yang mewakili api spiritual tidak mempan oleh serangan kebencian yang terpancar dari api tapas Rondo Dirah. Ini pulalah makna keputusan Dewi Durga yang mengijinkan Walu Nateng Dirah menebar kekuatan pedestian-nya hanya mengenai masyarakat pinggiran saja, tidak dapat memasuki ibukota kerajaan yang dipimpin Airlangga.Kata pinggiran maksudnya adalah mereka yang berpandangan “keluar” (duniawi) atau mereka yang melekat kepada kesenangan material; cinta akan tahta,keserakahan dan sejenisnya. Sedangkan ibukota kerajaan menyimbolkan mereka yang berpandangan “kedalam”,yakni para penapak jalan spiritual. Bagaimanapun juga,api tapa spiritual jauh lebih cemerlang dari api tapa kebencian. Dewi Durgha Bhairavi Yang Pengasih adalah sumber kedua jenis api tapa itu.
2.APAKAH LEYAK BISA DIMUSNAHKAN?
Semasih ada rasa tertindas yang melahirkan kebencian dan dendam,semasih ada hasrat sexual yang menggebu dan menuntut pemuasan dan semasih ada kemarahan terpendam yang menuntut pembalasan, jika semua itu cukup untuk melahirkan penghancuran,maka apa yang disebut LEYAK pasti tetap eksis. Diberangus dengan jalan apapun,Leyak tidak akan pernah binasa. Satu satunya cara untuk melebur kekuatan Leyak adalah bila pelakunya “tobat 100%” lalu menginsyafi kebenaran dan melalui berkah Guru Suci ditahbiskan (melalui inisiasi/shaktipat) kedalam jalan spiritual (baca juga artikel dibawah berjudul, “Melebur Black Magic”)
3.KISAH RANDA DIRAH DAN RATNA MANGALI
Calon Arang hanyalah pencetus yang mewakili rasa ketidak puasan dan perasaan teraniaya yang super lengkap. Ia adalah Ratu atau Permaisuri yang sedang berkuasa tapi ia dibuang seperti sampah hingga terlunta ke tepi pengasingan. Ia harus puas sebagai mantan ratu menerima predikat janda yang memalukan. Anak satu satunya,yang seharusnya menjadi ahli waris tahta kerajaan adalah seorang wanita bernama Ratna Mengali,pun ikut dicampakkan. Masyarakat kala itu seolah menghukumnya dengan tidak menunjukkan rasa emphati kepada mereka. Disaat usia Ratna Mengali sudah cukup untuk menjadi seorang ibu rumah tangga yang layak, tak seorangpun pria mau mendekatinya apalagi melamarnya. Bisa dibayangkan seorang Ibu yang sedang sebatang kara yang menyayangi anak tunggalnya menerima perlakuan semacam itu,terlebih ia mantan permaisuri Raja Dirah. Siang malam ia memendam api kebenciannya kepada semua orang. Itulah tapa hebat yang dilakukan Rondo Dirah. Maka ia sampai kepada alam Bhairavi yakni Pura Dalem (inner power,konsentrasi api energi dalam tubuh) dan melupakan segalanya. Tujuannya hanya satu; balas dendam melampiaskan kebencian yang tak terbendung lagi. Kebencian yang mendalam dari Calon Arang ini juga layak disebut tapa dan karena itu, Bhairavi, yakni api kesadaran bathin yang dahsyat (cid-aghni,api tapas) berkenan memberikan anugerahNya. Karena api itu lahir dari motif kebencian, tidak ayal lagi kualitas api yang diterimanya agak rusak (ugig) dan akhirnya,terbukti memang merusak. Api semacam itu (ditambah sedikit “bumbu” tantrik) merupakan bahan baku (row material) proses menebar kebencian dan petaka dalam kehidupan yang disebut desti,teluh dan teranjana.
Sayangnya, sebagian orang selalu “memojokkan” Rangda Dirah sebagai biang kerok Aji Ugig (leak), sementara ada orang tanpa disadari juga sedang melakukan praktek tapa sejenis seperti yang dilakukan Rangda Dirah. Dijaman Kali ini banyak orang mengaku takut terhadap leyak meskipun dia sesungguhnya adalah juga pengikut Calon Arang,alias Rondo Dirahisme, Mereka “diam diam” pergi ke pura atau tempat tempat keramat,petilasan,makam “mbah sakti” dan sebagainya, bukan untuk menyembah Hyang (memuja,memuliakan dan bersyukur) melainkan untuk mendoakan (gamblangnya; meminta) agar jabatannya langgeng (gamblangnya; orang lain tidak perlu naik pangkat),agar usahanya laris dan maju (gamblangnya; agar orang yang melakukan usaha sejenis bangkrut). Jika hal hal semacam itu mereka pikirkan terus menerus sampai tidak bisa tidur,apa bedanya mereka dengan Calon Arang?? Praktek semacam ini cukup untuk disebut sebagai ritual Leyak Matah (setengah matang). Jadi kenapa harus takut dan memojokkan Rangda Dirah dan leyaknya?
Teknik pengolahan api tapa “jalur kiri” seperti versi Rondo Dirah itu banyak dibahas dalam ajaran tantra wamamarga. Sayang sekali,buku ini bukan mengenai topik itu. Biarlah bidang spesialisasi itu eksis dalam diri para ahli waris Calon Arang dan mereka yang tertarik pada jalan spiritual bisa tetap melanjutkan cita cita spiritualnya meski keduanya sama sama mengejar anugerah Dewi Durga Bhairavi. Hanya dengan demikian kita dapat memahami kekuatan Ibu Bhairavi secara utuh.
Bhairavi adalah Dewi darimana Shabda Ketuhanan Tertinggi,Nada Om terpancar dan meresap kedalam seluruh ciptaan. Beliau adalah penguasa Kekuatan Shabda Illahi dan Api Spiritual Tertinggi yang dapat meng-eleminasi semua rintangan dalam rangka pembukaan kesadaran diri sejati (the unfolment of true awareness). Bhairawi berhubungan dengan Chandi,bentuk paling dahsyat dari semua Dewi. Ia adalah penguasa Dewi Mahatmya atau Durga Saptasati (kumpulan mantra stotra) yang memuat 700 sloka “keramat” penghancur segala kejahatan,raksasa atau rintangan lainnya. Sebagai Chandi,Ibu Bhairavi adalah destroyer of opposition,penghancur dualisme; raga-dwesa (ikatan cinta dan kebencian,rasa gandrung dan antipati,dll). Tapi Chandi juga adalah rahmat illahi yang menganugerahkan Catur Purusa Artha; dharma,artha,kama dan moksha.
Murthi atau perwujudan lain dari Bhairavi adalah Dasa Mahishasura Mardini atau 10 bala tentara penghancur Raksasa Mahishasura. Raksasa Mahishasura adalah perwujudan the vital passion, khususnya kekuatan hasrat sexual yang membara (representasi dari topnya kekuatan kontra spiritual). Maka jika Mahishasura adalah raksasa terkuat dalam ajaran mengumbar nafsu birahi (Le/Li-ak dalam bahasa Bali; …li=vagina,…ak=penis) balatentara Mahishasura Mardini adalah penghancurnya. Lagi lagi fenomena spiritual yang unik dimana 2 kategori; beautiful atau keindahan (Dewi=Ratu Ayu Mas) berjalan seiring dengan dangerous,bahaya dari kekuatan yang mengancam (devil=Mecaling).
Ulasan selengkapnya,silakan baca buku penulis : Durgha Bairavi, Penerbit Paramita Surabaya
https://marutisutabali.files.wordpress.com/2010/01/pms39.jpg?w=108&h=108
MELEBUR BLACK MAGIC (DESTI-TELUH-TERANJANA)
Drs.Kadek Yudhiantara,MAP
(Guru Besar Padepokan Maruti Suta-Bali, Pendiri Bali Yoga Center)

APAKAH ILMU BLACK MAGIC DAPAT DILEBUR?
Perspektif filhosopis
Sebelum mejawab pertanyaan ini,terlebih dahulu perlu dijelaskan sedikit tentang filoshopi Magic. Perlu dipahami, bahwa pada dasarnya,kekuatan MAGIC tidaklah bersifat PUTIH ATAU HITAM.Motivasi manusia yang berbeda dalam mengolah dan menggunakan MAGIC dalam kehidupan itulah yang membuat MAGIC bersifat hitam atau putih,beraliran KIWA (Black Magic) atau PENENGEN (White Magic) .
Magic adalah kekuatan ghaib yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil dari praktek olah bathin dengan metode dan atau lelaku tertentu. Magic adalah kekuatan dan prinsip kekuatan ini bersifat netral.Adanya perbedaan motivasi dan tujuan dalam menjalankan magic,menyebabkan magic kemudian mempunyai warna; hitam atau putih,mempunyai kualitas ; baik atau buruk,dan mempunyai aliran; kiwa atau tengen. Ada penggunaan magic yang dilandasi motivasi positip dengan tujuan memupuk kebaikan ; ini disebut white magic,ilmu putih atau penengen.Adapula penggunaan magic yang dilandasi motivasi negatif dengan tujuan menghancurkan ;ini disebut black magic,ilmu hitam atau ilmu Pengiwa
Perbedaan diantara kedua ilmu ini, dilukiskan oleh naskah kuno dalam sebuah ilustrasi rerajahan dengan 2 figur sentral Bhatara Guru dan Bhatara Kala.Bhatara Guru memegang Pustaka Petak sedangkan Bhatara Kala memegang Pustaka Cemeng.Kedua pustaka ini kemudian menjadi referensi bagi pengembangan berbagai praktek magic.
Jadi kuncinya disini adalah motivasi seseorang dan motivasi ini berhubungan dengan niat.Niat jahat yang didominasi guna rajas-tamasik (sifat sifat buruk yang dapat mencelakakan orang lain/asuri sampat) mengalirkan kekuatan magic menjadi kejahatan.Sebaliknya,Niat baik yang didominasi guna rajas-satwik (sifat sifat luhur untuk menebar kebaikan/daiwi sampat) mengarahkan kekuatan magic menjadi daya kebajikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan,bahwa upaya membangun,memelihara dan mengembangkan Black Magic pada prinsipnya merupakan pemeliharaan sifat sifat setan didalam diri alias pemurtian asuri sampat.Karena itu,seluruh perwujudan sifat buruk akan dengan mudah berkembang didalam bawah sadar seseorang sejalan dengan pertumbuhan tingkat ilmu black magic yang diamalkan.Bahkan pada fase tertentu,perlahan tapi pasti,karakter asura akan semakin mendarah daging kedalam kepribadian para penekun black magic itu. Demikian pula sebaliknya.White Magic esensinya adalah upaya mendayagunakan kualitas daiwi sampat/sifat sifat kedewataan sehingga bila diamalkan akan menebarkan kebajikan bagi orang lain.
Dengan memahami latar belakang dan dasar filoshopis perkembangan sifat magic
itu,maka jelas terlihat bahwa lahir-hidup dan perkembangan black magic didalam diri penganutnya pada awalnya disebabkan oleh niat jahat.Maka jika penganut black magic itu sadar (insaf) dan ingin melebur ilmunya,maka harus berpulang kembali pada kesungguhan hati dan niat orang itu untuk bertobat dengan penuh penyesalan (meguru piduka) dan berjuang untuk mengeleminir setiap kecenderungan jahat didalam dirinya.Pemurtian asuri sampat harus dihentikan dengan merubah kecenderungan guna rajasik tamasik menjadi rajasik-satwik.Pada tingkat ini,secara teknis upaya melebur kekuatan black magic didalam dirinya bisa dilakukan secara sederhana. Orang yang bersangkutan perlu melakukan guru piduka ring kawitan/Hyang Guru dilanjutkan dengan ikrar untuk selalu pageh ngrstiti Hyang Widhi,ayu laksana, serta mendalami ajaran agama menurut petunjuk sastra,guru dan sadhu.Hanya dengan demikian,sisa sisa kekuatan black magicnya secara perlahan akan terkikis habis.Ibarat air kopi satu gelas jika terus menerus dituangi air putih maka warna hitam dan rasa kopinya akan pudar menjadi air putih yang hambar.
BAGAIMANA DENGAN PELEBURAN DESTI TELUH TERANJANA, MENGINGAT BEBERAPA JENIS ILMU TERSEBUT MENGGUNAKAN RITUAL KHUSUS?
Penerapan Black Magic di Bali dalam bentuk Desti,Teluh dan Tranjana adalah jmerupakan kekuatan penghancuran yang sangat dahsyat.Melalui praktek BLACK MAGIC seseorang yang jiwanya telah diracuni sifat sifat setan (asuri sampat),dengan leluasa bisa melampiaskan murkanya dengan berbagai cara.Para penganut black magic menginginkan kehancuran bagi siapapun yang dianggapnya musuh.Calon korban ini ditetapkan sebagai tumbal amarahnya yang tidak terbendung.Para calon korban dibidik dengan kekuatan ghaib agar bathinnya selalu resah,pikirannya kacau, sehingga kehidupan rumah tangga sang korban jauh dari harmoni.Kekuatan hidupnya-pun ikut “dihisap” hingga sang korban jatuh sakit,bergelimang penderitaan dan akhirnya mati.Memang,black magic adalah perwujudan setan yang harus dihindari oleh siapapun yang menginginkan hidupnya tenang,tenteram dan sejahtera.
Maka jika terdapat seorang pelaku Black Magic insaf, dan ingin meluluhkan ilmunya,pada prinsipnya akan berpulang kembali kepada kemauan baik dan kemantapan hati orang itu untuk berubah.Apapun jenis black magic yang ditekuninya,maka jika dorongan hati kecilnya berontak serta punya kemauan kuat untuk mengakhiri semua itu,perlahan kekuatan kesadaran/budhiyoga akan bangkit menerangi kegelapan pikirannya.Yang terpenting,bahwa apapun yang berhubungan dengan black magic yang pernah dilakukannya (mantra,lelaku,piranti magis,dll) harus dikubur dalam dalam
Sedangkan untuk ilmu ilmu black magic khusus yang telah dipercaya prakteknya di Bali,kita perlu memilahnya terlebih dahulu sebagai berikut :
.Penerapan ilmu penestyan dikelompokkan menjadi : Pertama,penestyan yang dilakukan secara jarak jauh dengan sarana utama berupa acep acepan,disebut Tuju Teluh.Kedua penestyan yang dilakukan dengan sarana utama berupa piranti magis tertentu kemudian ditanam atau ditaburkan pada tempat tempat tertentu,disebut pepasangan.Dan yang ketiga adalah penestyan yang dilakukan bersama sama dengan ilmu pengleakan,yakni melalui proses malin rupa (perubahan wujud),disebut nerangjana.
Untuk ketiga jenis black magic ini,usaha peleburan yang sedikit perlu ikhtiar ekstra adalah jenis penestyan yang ketiga (nerangjana-malin rupa).Hal ini terkait dengan sumpah aguron guron yang sangat sacral serta ritual semacam medewasaksi ring ksetra atau tempat tertentu yang dirahasyakan..Untuk kasus ini perlu ada ritual larung aji ring segara (luluh banyu),meguru piduka, nunas bayuh/pengelukatan.Jenis pengelukatan yang dilakukan sangat bervariasi tergantung jenis ilmunya (pengelukatan segara gunung,pengelukatan sastra salah,dsb).Tapi hal ini jarang dilakukan,karena umumnya aji malin rupa (leak) plus nerangjana itu ditegakkan oleh aturan disiplin bathin yang sangat ketat dan dijaga kerahasyaannya dengan sangsi niskala yang amat tegas.Disamping itu tingkat loyalitas dan komitmen pengikutnya tidak diragukan,sehingga jarang mereka (para penganut wama marga) itu insaf.Sifat asuri sampat telah mendarah daging dalam dirinya,hingga sampai ajal tiba.dan menjelang ajal tiba, ilmu tersebut baru terlepas dari empunya jika ada “kader” yang bersedia menerimanya.Tongkat estafet ilmu black magic ditegakkan,roh penganut black magic baru lepas dari jasad fisiknya.
Apabila penganut ilmu ini telah mencapai taraf perkembangan tingkat puncak, maka peleburan ilmu hanya dimungkinkan melalui anugerah Shaktipat atau inisiasi jiwa yang hanya bisa dilakukan oleh orang suci sekaliber Mpu Bharadah misalnya.Hanya setelah yang bersangkutan bertobat dan anugerah shaktipat mengalir dari kemurah hatian orang suci,jiwa mereka akan mengalami transformasi menuju pencerahan.
https://marutisutabali.files.wordpress.com/2010/01/sri-chandi-devi.jpg?w=211&h=215
BAGAIMANAPUN JUGA,LEAK HANYALAH SALAH SATU CETUSAN KEINGINAN MANUSIA YANG “MENYIMPANG’” DARI JALAN DHARMA.SECEPAT HATI NURANINYA BERBICARA,LEAK SEGERA LENYAP DALAM PENYESALAN.IA KEMBALI MENJADI MANUSIA .TIDAK ADA YANG PERLU DITAKUTI DARI LEAK,LEAK JUGA MANUSIA SEPERTI KITA


Om Swastiastu...
Generasi muda yang saya banggakan, artikel ini di tulis oleh  Hendrick , yang disadur dari Majalah Sinar Dharma Vol 9 No. 1-2/2555 B.E Maret-Oktaber 2011.
Yang menceritakan tentang Kisah perjalanan Mpu Bradah hingga terjadinya Lumpur Lapindo akibat Manusia yang semakin rakus sehingga tidak lagi bersahabat dengan alam dan juga sekitarnya. Sudah selayaknya manusia mawas diri agar tidak mengeksploitasi alam berlebihan.

“Terdapat pertapa Buddhis dari aliran Mahayana, guru yang paham akan Tantra dan pemimpin para yogi, yang tinggal di tengah-tengah kuburan di Lemah Citra, pelindung dunia. Yang sampai di Bali dengan menapak air laut. Mpu Bharada (Baradah)namanya, paham akan masa lalu, masa kini dan akan datang. Berkenan di hatinya dimohon belas kasihnya membagi bumi. Yang perbatasannya ditandai dengan air kendi dari angkasa. Barat timur hingga samudera, utara selatan tidak jauh. Bagaikan jauh terpisah oleh samudra bumi Jawa milik raja.”


(Negarakertagama)

Di antara sederet nama-nama para tokoh Buddhis / Bodhisattva di masa lampau, terdapat seorang guru besar bernama Mpu Baradah (Mpu Bharada) yang merupakan seorang Mahasiddha. Kisah kebajikan dan kesaktiannya bahkan dapat dikatakan menyamai kisah-kisah para 84 Mahasiddha Buddhis di Jambudvipa (India). Mpu Baradah lahir di daerah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan, Jawa Timur. Terlahir di tengah-tengah keluarga brahmana yang merupakan siswa penganut ajaran Buddha. Ayahnya adalah seorang pendeta (pandita) Buddha bernama Mpu Lampita atau Danghyang Tanuhun, putra dari Danghyang Bajrasatwa (Vajrasattva). Mpu Baradah adalah yang termuda di antara lima bersaudara.

Mpu Baradah adalah guru dari Raja Airlangga (Erlangga) pendiri Kerajaan Kahuripan. Airlangga adalah putra pasangan Udayana raja Bali dengan Mahendradatta, seorang putri dari Kerajaan Medang Kamulan. Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci. Airlangga yang tidak menghendaki terjadinya perebutan kekuasaan antara dua putranya, mengutus Mpu Baradah pergi ke Bali agar salah satu putranya bisa diangkat menjadi raja di Bali. Ini dilakukannya mengingat dirinya juga putra raja Bali.

Mpu Baradah menyeberangi Selat Bali dengan menaiki daun kekatang (keluih) menuju ke Bali. Penasihat dari Raja Bali Sri Dharma Udayana Warmadewa, yaitu pendeta Buddha Mpu Kuturan, kakak Mpu Baradah, tidak menyetujui permintaan Raja Airlangga. Tidak ada jalan lain, Raja Airlangga akhirnya mau tidak mau harus membagi kerajaannya di Jawa menjadi dua. Dengan siddhinya, Mpu Baradah terbang membawa sebuah kendi berisi air. Kucuran air kendi itu berubah menjadi anak sungai yang sekarang dikenal sebagai Sungai Porong di Delta Brantas.

Demikianlah Kerajaan Medang Kamulan terbelah menjadi dua, Jenggala (Singosari) dan Panjalu (Kediri). Kisah pemisahan kerajaan ini disebutkan dalam kitab Negarakertagama dan Serat Calon Arang. Negarakertagama pupuh 76/3 dan pupuh 77/2 menyebut Lemah Citra sebagai desa perdikan ke-Buddha-an dan menurut kebiasaan, desa perdikan sebagai anugerah raja diberi pikukuh berupa prasasti.

Sima swatantra kasogatan Lemah Tulis terletak di daerah Trowulan, Mojokerto. Arya Baradah juga dikaitkan dengan penyucian dan pemberkatan Sima (tempat tinggal bhiksu) Prajnyaparamitapuri di Kamal Pandak dan dongeng terjadinya Kali Porong. Prasasti Wurare yang berada di lapik arca Buddha Mahaksobhya (Joko Dolog) mencatat:

“Dahulu terdapat pandita utama, Arya Bharada yang mahatahu. Memiliki pengetahuan serta siddhi. Mahamuni di antara para Muni (suciwan Buddha). Seorang mahayogi utama, mengasihi semua makhluk. Seorang siddha yang mahawira. Tiada ternoda oleh segala nafsu dan klesha (kekotoran batin).”

Pada masa akhir hidupnya, Mpu Baradah tinggal di tempat pembakaran mayat bernama Wurare. Pergi ke Gunung Wilis, mencapai Nirvana dan pergi ke alam para Vidyadhara dengan tubuh fisiknya bersama-sama putrinya, Wedawati. Kemudian putranya, Mpu Yajnaswara, melanjutkan gaung Dharma ayahnya di Lemah Tulis.

Di daerah Porong Sidoarjo dulunya terdapat situs purbakala yang berupa candi .Candi ini bernama Candi Pradah, yang merupakan peninggalan Mpu Baradah. Di situs penting di Desa Siring dan Renokenongo ini juga ditemukan Prasasti Watumanak. Warga Siring dan Renokenongo menyebut situs itu sebagai Punden Prada. Mpu Baradah membuat candi di daerah Porong Sidoarjo untuk pemujaan terhadap Sang Hyang Batara Ismaya atau Batara Kartika atau yang dikenal dengan nama Semar, Smarasanta, Jnanabhadra dan Badranaya. Semar di sini kemungkinan adalah Bhiksu Jnanabhadra yang membantu dalam penerjemahan Sutra Mahaparinirvana. Jnanabhadra juga dikait-kaitkan dengan nama Sekar Jagad. ranah kepercayaan Jawa, Jnanabhadra adalah nama lain dari ‘Janggan Smarasanta’ alias Semar. Figur tokoh simbulisasi ‘gambaran’ konsep sistim religi Jawa yang mampu ‘momot momong mangkat’ berbagai sistim religi lain. Semar atau Hyang Ismaya adalah pamomong jagad, demikianlah konsep kepercayaan Jawa.

Secara umum banyak pengamat yang menyimpulkan bahwa Semar melambangkan Kebenaran yang hakiki dan
dengan demikian ia adalah jaminan kemenangan serta keselamatan. Semar adalah sosok yang tidak terpersonifikasikan. Semar adalah gambaran cinta kasih, ini mengingatkan kita pada Nirvana atau Dharmakaya itu sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa bhiksu Jnanabhadra telah mencapai ke-Buddhaan dan Mpu Baradah membangun candi untuk menghormatinya.

Namun bencana Lumpur Lapindo menghancurkan kompleks candi yang merupakan warisan leluhur dari kerajaan Jenggala. Kawasan Porong selain dikenal kaya gas bumi, juga menjadi pusat situs-situs peninggalan Majapahit, seperti Candi Pari yang sekarang lokasinya berdekatan dengan area semburan lumpur. Konon hancurnya Candi Prada diyakini penduduk sekitar sebagai salah satu faktor terjadinya bencana lumpur, karena Mpu Baradah sebenarnya membangun Candi Prada untuk menahan terjadinya bencana luapan lumpur dengan siddhi-nya.

Pada zaman Airlangga berkuasa telah diketahui bahwa di bawah daerah Porong dan sekitarnya ada gunung lumpur yang sewaktu-waktu dapat menyembur keluar. Untuk menghindari semburan lumpur tersebut, Prabu Airlangga meminta bantuan Mpu Baradah. Kemudian Mpu Baradah menasihati raja agar membuat candi di atas gunung lumpur tersebut. Mpu Baradah kemudian bersemedi dan memberi kekuatan pada candi tersebut untuk menangkal semburan. Dengan demikian daerah tersebut aman dan menjadi hunian penduduk yang kian
hari kian ramai.

Hipotesis bencana erupsi gunung lumpur pada masa Jenggala dan Majapahit didasarkan dan diteliti melalui lima tesis:
1. Tesis bencana “banyu pindah” 1334 M dan bencana “pagunung anyar” 1374M yang tercatat pada Kitab Pararaton;
2. Tesis suryasengkala peristiwa keruntuhan Majapahit “sirna ilang krtaning bhumi” yang berarti tahun 1400 Saka/1478 M, tercatat dalam Serat Kanda dan Babad Tanah Jawi, dan secara leksikal dan gramatikal dapat didefinisikan ulang sebagai “musnah hilang sudah selesai pekerjaan bumi” (berkonotasi kemusnahan akibat bencana kebumian/geologi);
3. Tesis peristiwa “guntur pawatugunung” pada tahun1403 Saka/1481 M yang telah banyak ditafsirkan para ahli sebagai bencana letusan gunung api (atau dalam hal ini gunung lumpur) yang berkaitan dengan “sirna ilang krtaning bhumi” berdasarkan saat kejadian yang berdekatan atau sebenarnya bersamaan;
4. Tesis folklor “Timun Mas” yang berkembang pada masa Jenggala dan Kediri yang isi ceritanya sangat mirip dengan peristiwa kejadian erupsi gunung lumpur, sehingga cerita rakyat ini bernilai dichtung und wahrheit (antara ceritadan kenyataan) untuk menggambarkan proses kejadian alam; dan
5. Tesis geologi wilayah Jenggala dan Majapahit yang menunjukkan bahwa kedua kerajaan ini berlokasi di depresi Kendeng bagian timur yang di atasnya sebagian ditutupi oleh delta Brantas dan bersifat elisional. Suatu sistem elisional akan mendorong terjadinya gejala diapir dan erupsi gunung lumpur.

Semoga bermanfaat.
Om shanti shanti shanti om...



Read more:
 http://kebangkitan-hindu.blog Kerajaan Pasudan / Padjadjaran, Sebuah Kilas Balik Sejarah.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgjXhnhIVQBZXgJ-FHAajwqeWpO4JCIuZzlr63mjtBIq2CcrS0d2sLmk3zF7T0rl2_FLvhYdHSE8_vWGFVO9QzPRuts7SBjumql4S5ZSa0eEdBEKESchkkGqjhUa_PGZwFl_kt1vlrfHAzm/s1600/1897854_10202030100455787_5083668615811288182_n.jpg


Dari beberapa kali pernikahannya, Sri Baduga Maharaja dikabarkan memiliki 13 orang anak yang rata-rata menjadi raja / penguasa yang menyebar ke seluruh Tatar Pasundan.
Karena sepak terjang Jayadewata saat menjadi Prabu Anom maupun setelah menjadi Raja Pajajaran begitu hebat dan dikagumi oleh seluruh rakyatnya serta dianggap sebagai raja di tatar Sunda yang terbesar setelah era kekuasaan kakeknya (Prabu Niskala Wastukancana), maka banyak para pujangga Sunda menceritakan tokoh ini ke dalam bentuk sastra (seperti dalam Kropak 630 sebagai lakon pantun). 
Melalui bahasa pujangga-pujangga tersebut Jayadewata digelari Prabu
Siliwangi (berasal dari kata “silih” yang berartimenggantikan dan “wangi” yang diambil dari gelar kakeknya yaitu Prabu Wangi / Prabu Anggalarang /Prabu Niskala Wastukancana). Jadi, penggunaan gelar Prabu Siliwangi ini sebenarnya bukan merupakan gelar resmi, dan sang raja pun tidak pernah menggunakan gelar ini untuk menunjukkan jati dirinya (seperti yang tertulis pada prasasti-prasasti). 
Pemakaian sebutan Prabu Siliwangi lebih bersifat kesusastraan, dan kebiasaan dari rakyat di zaman itu yang merasa tabu (tidak boleh) untuk menyebut secara langsung nama atau gelar sesungguhnya dari sang raja yang berkuasa dalam percakapan mereka sehari-hari.
Wangsakerta (ahli sejarah dari Cirebon sekaligus penganggung jawab dari penyusunan Sejarah Nusantara) mengungkapkan bahwa Siliwangi bukan nama pribadi,
seperti tulisannya :
 
"Kawalya ta wwang Sunda lawan ika wwang Carbon
mwang sakweh ira wwang Jawa Kulwan anyebuta Prabhu
Siliwangi raja Pajajaran. Dadyeka dudu ngaran swaraga
nira"
(Hanya orang Sunda dan orang Cirebon serta semua
orang Jawa Barat yang menyebut Prabu Siliwangi raja
Pajajaran. Jadi nama itu bukan nama pribadinya).
 
Jayadewata merupakan Prabu Siliwangi yang sangat terkenal atau yang selama ini sering diceritakan
kemahsyurannya didalam cerita-cerita sejarah Pajajaran dan masyarakat Sunda.
Di saat kekuasaanya, Pajajaran mengalami masa kejayaannya ( kretayuga ), dimana sosial ekonomi
rakyatnya cukup sejahtera serta Pakuan yang menjadi ibukota kerajaan mencapai puncak perkembangannya. Sang Maharaja memperkuat sistem pertahanan Pakuan secara spektakuler yaitu dengan cara memperkokoh parit yang mengelilingi kerajaannya sepanjang 3 kilometer di tebing Cisadane (parit tersebut pertama kali dibuat oleh Rakeyan Banga). Sedangkan bekas tanah galian dari proyek itu kemudian dijadikan benteng yang memanjang di bagian dalam, sehingga jika musuh menyerang dari luar akan terhambat oleh parit kemudian benteng tanah. Kemudian Sang Maharaja membuat tanda peringatan berupa gunung-gunungan, yaitu bukit Badigul di daerah Rancamaya (Bogor). Tempat tersebut dijadikan sebagai tempat upacara keagamaan dan menyemayamkan abu jenazah dari raja-raja tertentu. Beliau juga memperkeras jalan dengan batu-batuan tertentu dari keraton hingga gerbang Pakuan, kemudian dilanjutkan lagi hingga ke Rancamaya (kurang lebih 7 km). Gerbang Istana depan dinamakan Lawang Saketeng, sedangkan gerbang istana belakang
dinamakan Lawang Gintung. Untuk pelestarian lingkungan alam, Sang
Maharaja membuat semacam hutan lindung yang berfungsi sebagai reservoir alami. Hutan tersebut
ditanami pohon samida, pohon tersebut kemungkinan hanya boleh ditebang jika kayunya diperlukan untuk kepentingan upacara kremasi.
 
Karya besar dari Sri Baduga Maharaja yaitu pembangunan telaga besar yang bernama Sang Hyang
Talaga Rena Mahawijaya di hulu sungai Ciliwung (Rancamaya, Bogor). Telaga tersebut berfungsi sebagai tempat pariwisata dan penyuburan tanah. Karya-karya lainnya dari Sri Baduga Maharaja antara lain membuat jalan ke Wanagiri, membuat“kaputren” (tempat isteri-isteri-nya),“kesatrian” (asrama prajurit), satuan-satuan tempat (pageralaran), tempat-tempat hiburan, memperkuat
angkatan perang, serta menyusun Undang-Undang Kerajaan Pajajaran. Undang-undang yang disebut
Sanghiyang Siksakandang Karesian ini dirumuskan berdasarkan sistem pemerintahan Sri Baduga Maharaja yang sangat adil, Undang-Undang ini disusun pada
tahun 1518. Sri Baduga Maharaja memiliki ahli syair yang bernama Buyut Nyai Dawit , sedangkan ahli pemerintahan dipegang oleh Adipati Pangeran Papak.Kebijakan yang paling menarik di saat kekuasaan dari Sri Baduga Maharaja adalah dengan membuat penetapan batas-batas kabuyutan (daerah yang dianggap suci dan dijadikan pusat pendidikan) yang dinyatakan sebagai "lurah kwikuan" atau disebut juga desa perdikan (desa bebas pajak) di daerah Sunda Sembawa, Gunung Samaya, dan Jayagiri. Tindakan ini diambil karena Sri Baduga Maharaja merasa harus menjalankan amanat dari kakeknya (Prabu Anggalarang / Prabu Niskala Wastukancana). Bahkan amanat tersebut
diabadikan dalam prasasti yang terbuat dari tembaga sebanyak 5 keping. Prasasti tersebut kemudian
ditemukan di Kabantenan. (isi dari prasasti itu lihat Kerajaan Sunda sub- Prabu Anggalarang).
Penduduk di lurah kawikuan tersebut dibebaskan dari 4 macam pajak, yaitu "dasa" (pajak tenaga perorangan), "calagra" (pajak tenaga kolektif / kerja bakti), "kapas timbang" (kapas 10 pikul) dan "pare dongdang" (padi 1 gotongan). Selain di 3 buah desa kawikuan, Sri Baduga Maharaja juga memerintahkan kepada para petugas muara agar dilarang untuk memungut bea. Raja ini menganggap, tidak perlu memungut pajak pada mereka yang selalu berbakti dan membaktikan diri kepada
ajaran-ajaran dan yang terus mengamalkan peraturan dewa.
 
Dalam hal memperkuat angkatan perang, Prabu Siliwangi ini membentuk satuan tentara dengan tugas
yang jelas. Misalnya Bhayangkara (prajurit keamanan), Pamarang (prajurit yang ahli memainkan pedang) dan Pamanah (prajurit ahli memanah). Dan terakhir Pasukan Elite Pengawal Raja, Puragabaya .Dengan pembagian tugas tersebut menjadikan Pajajaran memiliki armada
perang yang tangguh.Sedangkan untuk pertahananan di dalam kerajaan, Sri Baduga Maharaja selalu menekankan kepada rakyatnya agar berpedoman setia kepada kebiasaan dan keaslian leluhur, jika hal itu dilaksanakan dengan baik, maka beliau meyakini bahwa Pajajaran tidak akan kedatangan musuh. Beliau sangat menganjurkan kepada semua pendeta dan pengiringnya untuk menggairahkan kegiatan agama yang menjadi penuntun kehidupan rakyat. Kemahsyuran Pelabuhan Muara Jati sebagai
pelabuhan internasional makin berkembang saat Raden Walangsungsang (anaknya dari Subang Larang), menetap di Cirebon dan mendirikan Pakuwuan Cirebon Larang di Cirebon pesisir. Langkah yang dilakukan Raden Walangsungsang dalam mengelola Pelabuhan Muara Jati waktu itu (tugas warisan dari Ki Gedeng Tapa yang telah wafat) di antaranya adalah membentuk satuan penjaga keamanan untuk mengamankan Pelabuhan Muara Jati yang semakin ramai. Setelah daerah itu semakin maju, akhirnya Raden Walangsungsang diangkat sebagai raja daerah Kerajaan Cirebon Larang oleh Sri Baduga Maharaja.Sebagai kerajaan yang memperoleh pendapatan dari hasil niaga, Pajajaran saat itu merasa cemas dengan hubungan harmonis antara Cirebon Larang (yang dipimpin oleh anaknya yang bernama Raden Walangsungsang) dan Demak. 

Pada saat itu, armada Laut Demak sering berada di pelabuhan Muara Jati. Sri
Baduga Maharaja khawatir apabila kehadiran armada Demak dapat mengganggu jalannya perniagaan
Pajajaran. Sekitar abad ke-15 di Nusantara, Pajajaran dan Demak termasuk kerajaan yang memiliki jalur perdagangan sangat ramai. Demak yang terkenal kuat dalam angkatan lautnya, saat itu tengah mengalami beberapa kekalahan dari Portugis yang telah menguasai selat Malaka. Berita kekalahan ini membuat Sri Baduga Maharaja merasa perlu mengadakan hubungan kerjasama dengan Portugis.
Seperti yang kita tahu, Pajajaran merupakan penguasa di Selat Sunda dan Portugis berkuasa di Selat
Malaka. Sebagai penguasa di 2 selat yang menjadi jalan masuk perniagaan dan bangsa asing ke Nusantara, tentunya keputusan Sri Baduga Maharaja ini sangat
cemerlang. Kerjasama antara Pajajaran dan Portugis sangat tepat dilakukan untuk menguasai jalur niaga di Nusantara. Kerjasama ini dilakukan bukan maksud menggalang kekuatan untuk menyerang Demak, melainkan hanya upaya antisipasi apabila Demak membantu Cirebon melakukan serangan dalam upaya pembebasan diri dari Pajajaran. Rupanya, Sri Baduga Maharaja sudah dapat mencium gelagat dari Raden Walangsungsang dalam upaya memerdekakan diri. Untuk memuluskan rencananya, maka Sri Baduga Maharaja mengutus Surawisesa (putera mahkota Pajajaran) untuk mengadakan kerjasama dengan Alfonsod’ Albuquerque (Laksamana Bunker Portugis di Malaka).
 
Pada tahun 1512, Surawisesa mengunjungi Malaka dan akhirnya perjanjian bilateral resmi antara
Pajajaran – Portugis, dengan hasil kesepakatan adalah Portugis berjanji untuk membantu Kerajaan Pajajaran bila diserang oleh pasukan Demak dan Cirebon, serta ingin menjalin hubungan dagang.  Setahun kemudian, tepatnya pada tahun 1513, Pajajaran didatangi oleh duta-duta dari Portugis dengan menumpang 4 buah kapal. Salah seorang dari rombongan Portugis tersebut bernama Tome Pires yang bertindak sebagai juru catat perjalanan. Tome Pires sendiri mencatat mengenai kekuasaan dari Sri Baduga Maharaja adalah “the kingdom of Sunda is justtly governed” (Kerajaan Sunda / Pajajaran diperintah dengan adil). Kerjasama kali itu baru merupakan tahap penjajakan.
Kebijakan-kebijakan dari Prabu Siliwangi itulah yang menunjukan kemakmuran, kebesaran, dan kejayaan Pajajaran pada masa kekuasaannya. Raja ini menerapkan motto hidup “silih asah, silih asih, silih asuh“ . Dengan kebijakan dan strategi-strategi itu pula, kita dapat mengakui bahwa Prabu Siliwangi ini adalah seorang raja yang mampu memimpin kerajaan dan juga seorangyang ahli strategi perang, sehingga saat itu Pajajaran tidak dapat disusupi oleh musuh. Karena itulah, orang pada zaman itu seakan teringat kembali kepada kebesaran mendiang kakek buyutnya (Prabu Maharaja
Lingga Buana) .

Dalam Carita Parahyangan, pemerintahan Sri
Baduga dilukiskan demikian :
"Purbatisi purbajati, mana mo kadatangan ku musuh
ganal musuh alit. Suka kreta tang lor kidul kulon wetan
kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang reya, ja
loba di sanghiyang siksa"
(Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga tidak akan
kedatangan musuh, baik berupa laskar maupun penyakit
batin. Bahagia sejahtera di utara, selatan, barat dan
timur. Yang tidak merasa sejahtera hanyalah rumah
tangga orang banyak yang serakah akan ajaran agama).
 
Namun kebesaran yang dimiliki Pajajaran saat itu tidak serta merta membuat sang raja merasa tenang, hal ini dikarenakan pada saat itu banyak Rakyat Pajajaran yang beralih ke agama Islam dengan meninggalkan agama lama. Mereka oleh sang Maharaja disebut "loba" (serakah) karena merasa tidak puas dengan agama yang ada, lalu mencari yang baru. Meskipun merasa kesal, tetapi Sri Baduga Maharaja hanya bisa menyindir tanpa melakukan tindakan “fisik” atau mengeluarkan perintah larangan, karena beliau menyadari bahwa memilih agama merupakan hak bagi setiap rakyatnya. Dengan demikian beliau tetap memperlakukan adil bagi rakyatnya yang telah memeluk
agama Islam.Untuk lebih mempererat kerjasama dengan Portugis, pada tahun 1521 Sri Baduga Maharaja kembali menugaskan Surawisesa untuk menemui Portugis di Malaka. Penugasan ini dilakukan beberapa bulan sebelum sang Maharaja wafat. Sri Baduga Maharaja wafat pada tanggal 31
Desember 1521 dalam usia yang sangat sepuh yaitu 120 tahun. Kekuasaan Kerajaan Pajajaran diserahkan pada puteranya yang bernama Surawisesa (anak dari Kentring Manik Mayang Sunda).
Ketika sudah dikubur selama 12 tahun, makam Sri Baduga Maharaja digali kembali atas perintah dari
Surawisesa. Kemudian kerangkanya diangkat untuk dikremasi. Setelah itu, abu jenazahnya tadi kemudian ditaburkan di Rancamaya, Bogor ( kini sudah dijadikan lapangan golf serta perumahan mewah). Selain di Rancamaya, sisa abu jenazahnya itu kemudian dibagikan kepada raja-raja daerah (bawahan Pajajaran) untuk dipusarakan di tempat kabuyutan daerah itu. Karena itulah, maka tidak perlu heran apabila di beberapa tempat banyak yang mengklaim sebagai
tempat dari makam Prabu Siliwangi.


Read more:
 http://kebangkitan-hindu.blogspot.com/2014/05/kerajaan-pasudan-padjadjaran-sebuah.html#ixzz3RvPnlIB6spot.com/2013/11/mahayogisvara-mpu-baradah.html#ixzz3RvPLtr00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar